Masalah tanah Ifasele Nibi/ Melambe Uram sudah berjalan lebih dari 21
tahun. 21 tahun dengan penuh tangisan dan air mata didalam lingkungan keluarga
besar Hokoyoku/Melam. Dan pasti sorak soraian dikalangan Universitas
Cenderawasih, kerena tertipunya keluarga besar Hokoyoku/ Melam oleh trio Lot
Pepuho, Theys Hiyo Eluay dan mantan Rektor Agus Kafiar ditahun 1992. Mantan
Rektor Uncen mencari lokasi kedua untuk Universitasnya yang bertumbuh pesat.
Pertumbuhan pesat jumlah mahasiswa yang ingin berstudi di Perguruan Tinggi yang
terbesar dan yang termasyhur ditanah Papua membuat pemuda pemudi Papua berebutan
untuk masuk Lembaga Perguruan Tinggi ini.
Demikianlah mulai mantan Rektor Uncen Drs Agus Kafiar mencari lokasi yang cocok
untuk meninggikan taraf pendidikan di
Perguruan Tinggi Uncen ini. Dalam misinya beliau mencari lokasi baru itu, beliau secara kebetulan
berkenalan dengan Lot Pepuho dari Asei yang menawarkan mantan Rektor Uncen
sebuah lokasinya dekat dengan lokasi
dari Drs Charles Hokoyoku/ Melam. Lokasi Lot Pepuho berukuran hanya 38 ha.
Rektor Agus Kafiar memerlukan lokasi yang agak besar. Kebetulan Theys Hiyo
Eluay berkenalan dengan mereka berdua dan mereka sepakat untuk menjual juga
lokasi Drs Charles Hokoyoku / Melam yang berdekatan dengan lokasi dari Lot
Pepuho itu. Dengan demikian Theys Hiyo Eluay ikut menggarap dari milyaran rupiah, yang dibayar oleh Universitas
Cenderawasih kepada Lot Pepuho untuk lokasinya yang hanya berukuran 38 ha itu.
Ditambah dengan lokasi Drs Charles Hokoyoku/Melam yang berukuran 140 ha. Theys Hiyo Eluay menipu
Agus Kafiar dan Lot Pepuho. Ia mengatakan, bahwa ia adalah keluarga dari suku
Hokoyoku Melam. Theys Hiyo Eluay memerlukan dana yang besar untuk perjuangan
politiknya dengan O P M Organisasi Papua Merdeka. Dan hal ini merupakan baginya
kesempatan untuk mendapat uang untuk membiayai OPMnya. Bersama Lot Pepuho ia mencuri tanah adat dari suku Hokoyoku/ Melam.
Mantan Rektor Uncen Drs Agus Kafiar ikut bermain kotor disini. Mengapa beliau sebagai Rektor Perguruan tertinggi
ditanah Papua tidak secara saksama dan meneliti kepemilikan lokasi Ifasele Nibi
/Melambe Uram ini. Mengapa beliau tidak mengambil waktu yang cukup lama untuk
mempertimbangkan pembelian lokasi ini? Mengapa beliau harus tergesa gesa
membelinya lokasi ini dengan harga yang serendah rendahnya? 178 ha
tanah yang dibelinya. Dengan hanya 6 milyar rupiah. 38 ha tanah dari Lot Pepuho
dan 140 ha tanah milik Charles Hokoyoku/Melam. Anehnya dalam cerita ini, bahwa
Drs Charles Hokoyoku/ Melam, sebagai pemilik tanah yang terbesar dengan 140 ha,
tidak tahu menahu tentang penjualan lokasinya.
Coba bayangkan didunia reformasi sekarang. Seorang yang tidak tahu
menahu, bahwa tanahnya dijual oleh orang lain. Disinilah Agus Kafiar membuat
kesalahan yang besar. Sebagai Rektor Perguruan Tinggi beliau harus seratus kali menanyakan penduduk dilokasi Waena, apakah lokasi itu benar benar dari Lot
Pepuho. Lot Pepuho tidak punya surat surat sebagai pemilik dari tanah Melambe
Uram. Hanya bibirnya yang mengucapkan kata kata penuh penipuan yang ditelan
mentah mentah oleh ………………….. ya oleh
seorang Rektor Perguruan Tinggi. Alangkah tingginya tempat, darimana Drs Agus Kafiar jatuh sebagai Rektor Universitas
Cenderawasih. Memang memalukan sekali.
Untuk menyembunyikan kejatuhannya ini, beliau bersikap keras terhadap
Drs Charles Hokoyoku. Beliau mengatakan,bahwa ia sudah membayar untuk seluruh
lokasi yang berukuran 178 ha itu. 3 x 2 milyar yang dibayarnya sama Lot Pepuho.
Sesudah pembayaran itu beliau berdiam diri. Lot Pepuho sudah menutup mulutnya
dengan milyaran rupiah sehingga beliau ikut menari dansa yang kotor diatas
punggung Melambe Uram. Bersama sama dengan Theys Hiyo Eluay yang juga mendapat
milyarannya untuk membantu perjuangan Papua Merdeka oleh OPM Organisasi Papua
Merdeka Memang bagus maksud dan tujuan
THeys Hiyo Eluay, tetapi untuk hal hal yang sedemikian ia harus memakai uangnya
sendiri.
Theys Hiyo Eluay menipu rakyatnya, karena ia memakai nama Hokoyoku /Melam
sebagai keluarganya untuk mencuri uang dari harga tanah Melambe Uram itu . Rektor Agus Kafiar dan kemudian juga Rektor Wospakrik menipu
rakyatnya karena mereka dengan sengaja mengatakan, bahwa pada waktu itu rakyat di Asei dan Waena tidak mengakui bahwa
lokasi Melambe Uram itu milik Drs Charles Hokoyoku. Padahal seluruh
masyrakat mengetahui, bahwa lokasi Melambe Uram adalah milik Drs Charles
Hokoyoku.
Dengan jalan ini Rektor Uncen mencoba menaruh kesalahan diatas punggung
Drs Charles Hokoyoku/Melam. Ia mau mencuci tangannya dan mau mengatakan: “ aku
tidak berdosa.” Namun fakta fakta menunjukkkan hal yang lain. Ia sendiri
tidak teliti dalam rangka mencari kebenaran pemilikkan lokasi Melambe Uram. Ia
memilih jalan yang pendek yang menghasilkan dia uang yang sebanyak banyaknya.
Konsekwensinya ialah bahwa ia menaruh seluruh kesalahan pada
keluarga Besar Hokoyoku/ Melam. Drs Charles Hokoyoku/ Melam tidak boleh
mengeluh: ia Agus Kafiar, sudah membayar 6 milyar sama pemiliknya yang syah yaitu Lot Pepuho. Drs Charles tidak diakui
sebagai pemilik , kata Drs Agus Kafiar. Masyrakat Asei dan Waena tidak melihat
dia sebagai pemilik lokasi Melambe Uram. Ucapan yang dibuat buat olehnya untuk
membenarkan tindakannya.
Tetapi sejarah menunjukkan hal yang lain. Bagaimanapun bangkai kalau
disebunyikan pasti akan tercium baunya demikian juga dengan kebenaran. Kebenaran
ditutup tutupi oleh penipuan, namun sekali kelak kebenaran itu akan muncul dan
akhirnya penipuan itu akan terbuka.Sehingga semua orang akan melihat betapa
besar pengaruh penipuan itu atas kehidupan kita. Dan sering kita mau percaya
bahwa penipunan adalah kebenaran.
Untuk memberikan Bapak Rektor gambaran yang seluas luasnya tentang
masalah lokasi Melambe Uram ini, saya mengirim Bapak Rektor tembusan dari surat
kami kepada Bapak Presiden Indonesia. Tanggal surat kami kepada Bapak Presiden
adalah 15 februari 2011. Enam tahun sesudah
Bapak Presiden menulis surat kepada Bapak Gubernur ditanah Papua melalui Kepala
Pertanahan Nasional Prof Dr Ir Nasoetion untuk mengatur pembayaran tanah
Universitas Uncen II ini. Surat
ini ditulis pada tanggal 15 februari 2005 dengan nomor surat 580.3-325. Isinya
sebagai berikut: masalah tanah di Kab
Jayapura. Poin 2 juga masalah tanah Melambe Uram/ suku Hokoyoku Melam Ifale.
Didalam suratnya pada tanggal 22 oktober
2003 mantan Rektor Wospakrik meminta
Charles Hokoyoku untuk membuktikan , bahwa Charles Hokoyoku adalah pemilik yang
syah dari lokasi Melambe Uram atau lokasi
Uncen II Waena. Beliau menulis:” penduduk Asei dan Waena pada waktu itu
tidak mengenal Drs Charles sebagai pemilik syah dari lokasi Melambe Uram atau
Uncen II. Mereka mengenal hanya Lot Pepuho dan Ramses Ohee yang melepaskan
tanah Melambe Uram atau Uncen II itu. Andaikata
Drs Charles Hokoyoku dapat membuktikan bahwa waktu itu masyrakat di Sentani
Timur mengakui dia sebagai pemilik lokasi Melambe Uram/ Uncen II, maka beliau (
Rektor Frans Wospakrik) juga bersedia mengaku, bahwa lokasi itu memang milik
Drs Charles Hokoyoku.
Dan permintaannya yang kedua ialah: Andaikata
Lot Pepuho dan Ramses Ohee, kedua tokoh yang menjual lokasi itu kepada
Universitas Cenderawasih, kedua duanya mengaku bahwa lokasi Melambe Uram adalah
benar benar milik suku Hokoyoku/Melam dari Ifale, maka ia juga bersedia mengaku
kepemilikkan Drs Charles Hokoyoku atas Uncen II / Melambe Uram.
Dan Drs Charles Hokoyoku dapat
membuktikannya. Masyrakat di Sentani
Timur memberikan pengakuan tertulis ,bahwa lokasi Melambe Uram itu milik suku
Hokoyoku/ Melam. Dan baik Lot Pepuho dan
Ramses Ohee keduanya mengaku, bahwa Tanah adat Ifasele Nibi/Melambe
Uram/Dukanoko yang letaknya di desa Waena, kecamatan Sentani, adalah hak milik/hak
ulayat masyrakat hukum adat Ifale- desa Ifale kecamatan Sentani., maka ia juga
akan mengaku Drs Charles bahwa lokasi Uncen II/ Melambe Uram adalah milik
penduduk Ifale,suku Hokojoku/ Melam. Hal itu berarti bahwa lokasi Melambe Uram
adalah benar benar milik Charles Hokoyoku/Melam.
Pengakuan Ramses bersama Hanock Ohee
(ondoafi Asei) pada tanggal 5 desember
1992:
Pernyataan mereka ini terdapat didalam buku
“ Quo Vadis Universitas Cenderawasih?”
yang kami serahkan di kantor Rektorat di lokasi Uncen II Waena agustus 2012.
Waktu itu Bapak Simbiak Rektor Uncen II
Waena. Dengan permohonan agar kami dihubungi untuk mengadakan pertemuan
membicarakan masalah pembayaran tanah Melambe Uram/ Uncen II Waena, namun dari
Bapak Simbiakpun tidak ada reaksi apa apa, seperti juga dari Rektor Rektor yang lain. Ada pepatah Belanda yang
mengatakan secara kasar: “ Binnen is
binnen”. Kalau
sudah dapat, mau pusing apa lagi.
Reaksi semacam ini yang kami melihat
ditahun tahun belakangan ini dalam perjuangan kami untuk mendapatkan sedikit
kejujuran dan keadilan didunia Indonesia.
Tetapi untunglah sekarang ada bertiup angin
baru dikantor Gubernur dan dikantor DPR Papua. Mereka sekarang memberikan
dukungan untuk mendapatkan sedikit keadilan
kejujuran dan kebenaran yang kami
sampai sekarang belum merasakan.
Kami mengharapkan sikap yang sama dari
Bapak Rektor. Sikap kejujuran dan sikap penuh keadialan yang kami rakyat biasa
jarang merasakannya.
Bapa Charles Hokoyoku, Kepala Suku Melam Ifalle,
bersedia untuk memberikan 40 prosen dari
pembayaran yang dimintakannya dari Bapak Menteri Pendidikan melalui Bapak
Gubernur Papua dan DPR Papua kepada Pemerintah Daerah Papua. Berdasarkan
keputusan Wali Kota Jayapura dalam tahun 2007 maka tanah dilokasi Melambe Uram/
Uncen II adalah 700 000 rupiah per 1 m2.
Tetapi sekarang harga tanah dilokasi itu sudah meloncat ke harga 1.200.000. Rp.
Dengan pembayaran lokasi Melambe Uram/
Uncen II, maka dengan demikian, akan
berakhikr perjuangan keluarga Hokoyoku/ Melam untuk mendapatkan dibumi
Indonesia sedikit kejujuran dan keadilan yang diharapkan oleh masyrakat Papua
dari Pemerintah Provinsi Papua. Dan dengan pembayaran itu juga akan beralih
tangan lokasi kesayangan keluarga Hokoyoku/ Melam. Tempat dimana nenek
moyangnya selama hampir 100 tahun bermukim sebelum meninggalkannya untuk pergi
tinggal dipulau Ajauw, Sentani Tengah. Suku suku keluarganya yang masih menetap
di Sentani Timur mendapat amanat dari kepala suku Hokoyoku/Melam
untuk menjaga hutan rimbanya dengan baik. Mereka boleh memakai hasil
tanahnya, tetapi sama sekali tidak boleh berbuat, sesolah olah tanah itu
miliknya. Apa yang dibuat Lot Pepuho adalah salah besar
terhadap nenek moyang kami, yang mengamanatkan untuk menjaga tanah nenek moyang
dibawah naungan suku Hokoyoku /Melam.