Tuesday, August 30, 2016

Melambe Uram menjadi Uncen II Waena

Masalah tanah Ifasele Nibi/ Melambe Uram sudah berjalan lebih dari 21 tahun. 21 tahun dengan penuh tangisan dan air mata didalam lingkungan keluarga besar Hokoyoku/Melam. Dan pasti sorak soraian dikalangan Universitas Cenderawasih, kerena tertipunya keluarga besar Hokoyoku/ Melam oleh trio Lot Pepuho, Theys Hiyo Eluay dan mantan Rektor Agus Kafiar ditahun 1992. Mantan Rektor Uncen mencari lokasi kedua untuk Universitasnya yang bertumbuh pesat. Pertumbuhan pesat jumlah mahasiswa yang ingin berstudi di Perguruan Tinggi yang terbesar dan yang termasyhur ditanah Papua membuat pemuda pemudi Papua berebutan untuk masuk Lembaga Perguruan Tinggi ini.
Demikianlah mulai mantan Rektor Uncen  Drs Agus Kafiar mencari lokasi yang cocok untuk meninggikan taraf pendidikan  di Perguruan Tinggi  Uncen ini.  Dalam misinya  beliau mencari  lokasi baru itu, beliau secara kebetulan berkenalan dengan Lot Pepuho dari Asei yang menawarkan mantan Rektor Uncen sebuah lokasinya dekat  dengan lokasi dari Drs Charles Hokoyoku/ Melam. Lokasi Lot Pepuho berukuran hanya 38 ha. Rektor Agus Kafiar memerlukan lokasi yang agak besar. Kebetulan Theys Hiyo Eluay berkenalan dengan mereka berdua dan mereka sepakat untuk menjual juga lokasi Drs Charles Hokoyoku / Melam yang berdekatan dengan lokasi dari Lot Pepuho itu. Dengan demikian Theys Hiyo Eluay ikut menggarap dari milyaran  rupiah, yang dibayar oleh Universitas Cenderawasih kepada Lot Pepuho untuk lokasinya yang hanya berukuran 38 ha itu. Ditambah dengan lokasi Drs Charles Hokoyoku/Melam  yang berukuran 140 ha. Theys Hiyo Eluay menipu Agus Kafiar dan Lot Pepuho. Ia mengatakan, bahwa ia adalah keluarga dari suku Hokoyoku Melam. Theys Hiyo Eluay memerlukan dana yang besar untuk perjuangan politiknya dengan O P M Organisasi Papua Merdeka. Dan hal ini merupakan baginya kesempatan untuk mendapat uang untuk membiayai  OPMnya. Bersama Lot Pepuho ia  mencuri tanah adat dari suku Hokoyoku/ Melam. Mantan Rektor Uncen Drs Agus Kafiar ikut bermain kotor disini. Mengapa beliau sebagai Rektor Perguruan tertinggi ditanah Papua tidak secara saksama dan meneliti kepemilikan lokasi Ifasele Nibi /Melambe Uram ini. Mengapa beliau tidak mengambil waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan pembelian lokasi ini? Mengapa beliau harus tergesa gesa membelinya lokasi ini dengan harga yang serendah rendahnya? 178 ha tanah yang dibelinya. Dengan hanya 6 milyar rupiah. 38 ha tanah dari Lot Pepuho dan 140 ha tanah milik Charles Hokoyoku/Melam. Anehnya dalam cerita ini, bahwa Drs Charles Hokoyoku/ Melam, sebagai pemilik tanah yang terbesar dengan 140 ha, tidak tahu menahu tentang penjualan lokasinya.
Coba bayangkan didunia reformasi sekarang. Seorang yang tidak tahu menahu, bahwa tanahnya dijual oleh orang lain. Disinilah Agus Kafiar membuat kesalahan yang besar. Sebagai Rektor Perguruan Tinggi beliau harus seratus  kali menanyakan penduduk dilokasi Waena,  apakah lokasi itu benar benar dari Lot Pepuho. Lot Pepuho tidak punya surat surat sebagai pemilik dari tanah Melambe Uram. Hanya bibirnya yang mengucapkan kata kata penuh penipuan yang ditelan mentah mentah oleh …………………..  ya oleh seorang Rektor Perguruan Tinggi. Alangkah tingginya tempat, darimana  Drs Agus Kafiar jatuh sebagai Rektor Universitas Cenderawasih. Memang memalukan sekali.
Untuk menyembunyikan kejatuhannya ini, beliau bersikap keras terhadap Drs Charles Hokoyoku. Beliau mengatakan,bahwa ia sudah membayar untuk seluruh lokasi yang berukuran 178 ha itu. 3 x 2 milyar yang dibayarnya sama Lot Pepuho. Sesudah pembayaran itu beliau berdiam diri. Lot Pepuho sudah menutup mulutnya dengan milyaran rupiah sehingga beliau ikut menari dansa yang kotor diatas punggung Melambe Uram. Bersama sama dengan Theys Hiyo Eluay yang juga mendapat milyarannya untuk membantu perjuangan Papua Merdeka oleh OPM Organisasi Papua Merdeka Memang bagus  maksud dan tujuan THeys Hiyo Eluay, tetapi untuk hal hal yang sedemikian ia harus memakai uangnya sendiri.
Theys Hiyo Eluay menipu rakyatnya, karena ia memakai nama Hokoyoku /Melam sebagai keluarganya untuk mencuri uang dari harga tanah Melambe Uram itu .  Rektor Agus Kafiar  dan kemudian juga Rektor Wospakrik menipu rakyatnya karena mereka dengan sengaja mengatakan, bahwa pada waktu itu  rakyat di Asei dan Waena tidak mengakui bahwa lokasi Melambe Uram itu milik Drs Charles Hokoyoku. Padahal seluruh masyrakat mengetahui, bahwa lokasi Melambe Uram adalah milik Drs Charles Hokoyoku.
Dengan jalan ini Rektor Uncen mencoba menaruh kesalahan diatas punggung Drs Charles Hokoyoku/Melam. Ia mau mencuci tangannya dan mau mengatakan: “ aku tidak berdosa.” Namun fakta fakta menunjukkkan hal yang lain. Ia sendiri tidak teliti dalam rangka mencari kebenaran pemilikkan lokasi Melambe Uram. Ia memilih jalan yang pendek yang menghasilkan dia uang yang sebanyak banyaknya.
Konsekwensinya ialah bahwa ia menaruh seluruh kesalahan pada keluarga Besar Hokoyoku/ Melam. Drs Charles Hokoyoku/ Melam tidak boleh mengeluh: ia Agus Kafiar, sudah membayar 6 milyar sama pemiliknya  yang syah  yaitu Lot Pepuho. Drs Charles tidak diakui sebagai pemilik , kata Drs Agus Kafiar. Masyrakat Asei dan Waena tidak melihat dia sebagai pemilik lokasi Melambe Uram. Ucapan yang dibuat buat olehnya untuk membenarkan tindakannya.
Tetapi sejarah menunjukkan hal yang lain. Bagaimanapun bangkai kalau disebunyikan pasti akan tercium baunya demikian juga dengan kebenaran. Kebenaran ditutup tutupi oleh penipuan, namun sekali kelak kebenaran itu akan muncul dan akhirnya penipuan itu akan terbuka.Sehingga semua orang akan melihat betapa besar pengaruh penipuan itu atas kehidupan kita. Dan sering kita mau percaya bahwa penipunan adalah kebenaran.
Untuk memberikan Bapak Rektor gambaran yang seluas luasnya tentang masalah lokasi Melambe Uram ini, saya mengirim Bapak Rektor tembusan dari surat kami kepada Bapak Presiden Indonesia. Tanggal surat kami kepada Bapak Presiden adalah 15 februari 2011. Enam tahun sesudah Bapak Presiden menulis surat kepada Bapak Gubernur ditanah Papua melalui Kepala Pertanahan Nasional Prof Dr Ir Nasoetion untuk mengatur pembayaran tanah Universitas Uncen II ini.                                          Surat ini ditulis pada tanggal 15 februari 2005 dengan nomor surat 580.3-325. Isinya sebagai berikut:  masalah tanah di Kab Jayapura. Poin 2 juga masalah tanah Melambe Uram/ suku Hokoyoku Melam Ifale. 
Didalam suratnya pada tanggal 22 oktober 2003 mantan Rektor Wospakrik  meminta Charles Hokoyoku untuk membuktikan , bahwa Charles Hokoyoku adalah pemilik yang syah dari lokasi Melambe Uram atau lokasi  Uncen II Waena.  Beliau menulis:”  penduduk Asei dan Waena pada waktu itu tidak mengenal Drs Charles sebagai pemilik syah dari lokasi Melambe Uram atau Uncen II. Mereka mengenal hanya Lot Pepuho dan Ramses Ohee yang melepaskan tanah Melambe Uram atau Uncen II itu.  Andaikata Drs Charles Hokoyoku dapat membuktikan bahwa waktu itu masyrakat di Sentani Timur mengakui dia sebagai pemilik lokasi Melambe Uram/ Uncen II, maka beliau ( Rektor Frans Wospakrik) juga bersedia mengaku, bahwa lokasi itu memang milik Drs Charles Hokoyoku.
Dan permintaannya yang kedua ialah: Andaikata Lot Pepuho dan Ramses Ohee, kedua tokoh yang menjual lokasi itu kepada Universitas Cenderawasih, kedua duanya mengaku bahwa lokasi Melambe Uram adalah benar benar milik suku Hokoyoku/Melam dari Ifale, maka ia juga bersedia mengaku kepemilikkan Drs Charles  Hokoyoku atas  Uncen II / Melambe Uram.
Dan Drs Charles Hokoyoku dapat membuktikannya. Masyrakat di Sentani Timur memberikan pengakuan tertulis ,bahwa lokasi Melambe Uram itu milik suku Hokoyoku/ Melam. Dan baik Lot Pepuho  dan Ramses Ohee keduanya mengaku, bahwa Tanah adat Ifasele Nibi/Melambe Uram/Dukanoko yang letaknya di desa Waena, kecamatan Sentani, adalah hak milik/hak ulayat masyrakat hukum adat Ifale- desa Ifale kecamatan Sentani., maka ia juga akan mengaku Drs Charles bahwa lokasi Uncen II/ Melambe Uram adalah milik penduduk Ifale,suku Hokojoku/ Melam.  Hal itu berarti bahwa lokasi Melambe Uram adalah benar benar milik Charles Hokoyoku/Melam.
Pengakuan Ramses bersama Hanock Ohee (ondoafi  Asei) pada tanggal 5 desember 1992:
Pernyataan mereka ini terdapat didalam buku  “ Quo Vadis Universitas Cenderawasih?” yang kami serahkan di kantor Rektorat di lokasi Uncen II Waena agustus 2012. Waktu itu  Bapak Simbiak Rektor Uncen II Waena. Dengan permohonan agar kami dihubungi untuk mengadakan pertemuan membicarakan masalah pembayaran tanah Melambe Uram/ Uncen II Waena, namun dari Bapak Simbiakpun tidak ada reaksi apa apa, seperti juga dari Rektor  Rektor yang lain. Ada pepatah Belanda yang mengatakan secara kasar: “  Binnen is binnen”. Kalau sudah dapat, mau pusing apa lagi.
Reaksi semacam ini yang kami melihat ditahun tahun belakangan ini dalam perjuangan kami untuk mendapatkan sedikit kejujuran dan keadilan didunia Indonesia.
Tetapi untunglah sekarang ada bertiup angin baru dikantor Gubernur dan dikantor DPR Papua. Mereka sekarang memberikan dukungan untuk mendapatkan sedikit keadilan  kejujuran  dan kebenaran yang kami sampai sekarang belum merasakan.
Kami mengharapkan sikap yang sama dari Bapak Rektor. Sikap kejujuran dan sikap penuh keadialan yang kami rakyat biasa jarang merasakannya.
Bapa Charles Hokoyoku, Kepala Suku Melam Ifalle,  bersedia untuk memberikan 40 prosen dari pembayaran yang dimintakannya dari Bapak Menteri Pendidikan melalui Bapak Gubernur Papua dan DPR Papua kepada Pemerintah Daerah Papua. Berdasarkan keputusan Wali Kota Jayapura dalam tahun 2007 maka tanah dilokasi Melambe Uram/ Uncen II adalah 700 000  rupiah per 1 m2. Tetapi sekarang harga tanah dilokasi itu sudah meloncat ke harga 1.200.000. Rp.

Dengan pembayaran lokasi Melambe Uram/ Uncen II, maka dengan  demikian, akan berakhikr perjuangan keluarga Hokoyoku/ Melam untuk mendapatkan dibumi Indonesia sedikit kejujuran dan keadilan yang diharapkan oleh masyrakat Papua dari Pemerintah Provinsi Papua. Dan dengan pembayaran itu juga akan beralih tangan lokasi kesayangan keluarga Hokoyoku/ Melam. Tempat dimana nenek moyangnya selama hampir 100 tahun bermukim sebelum meninggalkannya untuk pergi tinggal dipulau Ajauw, Sentani Tengah. Suku suku keluarganya yang masih menetap di Sentani Timur mendapat amanat dari kepala suku  Hokoyoku/Melam  untuk menjaga hutan rimbanya dengan baik. Mereka boleh memakai hasil tanahnya, tetapi sama sekali tidak boleh berbuat, sesolah olah tanah itu miliknya. Apa yang dibuat Lot Pepuho adalah salah besar terhadap nenek moyang kami, yang mengamanatkan untuk menjaga tanah nenek moyang dibawah naungan suku Hokoyoku /Melam.

No comments:

Post a Comment